|
Sumber : Status teman di Facebook |
Sudah begitu lama tidak menulis artikel tentang hal-hal SABAR yang mungkin alay menurut sebagian orang bahkan saya juga merasa demikian. Artikel ini saya buat setelah salah satu keluarga saya di vonis positif Covid-19. Sebelum itu saya akan sedikit menjelaskan kronologi mengenai kasus tuduhan terhadap keluarga saya yang dimana merupakan hal yang patut saya ceritakan karena kasus ini mungkin bukan saya saja yang mengalami , dan bisa juga anda pernah melihat dan mendengar informasi tersebut.
"
Beberapa tahun yg lalu sebelum VIRUS menyerang DUNIA , salah satu keluarga dekat saya yang berumur > 40 tahun, memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis , dan gula darah. Penyakit tersebut divonis dokter dan harus kontrol setiap minggu. Penyakit tersebut ternyata sangatlah beresiku untuk umur 40 keatas , dikarenakan jika tidak stabil karena guncangan emosi dll mengakibatkan drop dan menjadi komplikasi. Saya yang dari awal menemani beliau pun kaget, gimana tidak penyakit nya menjadi semakin parah yaitu PENYAKIT GINJAL , yang dimana harus dilakukannya cuci darah , dikarenakan keluarga tidak setuju di lakukan nya cuci darah , maka kami hanya melakukan pengobatan normal mulai dari pengobatan dari PUSKESMAS hingga ke RUMAH SAKIT PROV di wilayah saya.
Pengobatan di rumah sakit provinsi sangatlah membuat saya sedikit emosial, dimana ternyata penyakit keluarga saya tersebut sudah stadium akhir yang membuat saya , merasa sedih tapi vonis yang diberikan berupa cuci darah ternyata masih bisa dilakukan dengan obat-obatan yang dimana vonis cuci darah diganti dengan vonis konsumsi obat seumur hidup/SELAMANYA.
Kontrol setiap minggu kini menjadi kontrol setiap bulan , keluarga saya ini cukup ngeyel masalah obat , beliau hanya mau obat dari dokter bukan dari apotik. Bukannya kontrol ke rumah sakit dapet obat dari dokter. Ok sedikit cerita terkait kontrol. Setiap sebulan sekali saya mebawa beliau kontrol , setiap subuh saya pergi mengambil antrian ke rumah sakit , agar dapet antrian , dikarenakan selama covid-19 dokter hanya melayani beberapa pasien sekitar 15-30 tergantung dokter. Setalah itu jam 8 pergi kerumah sakit jam 12 pulang dari rumah sakit dengan membawa obat untuk seminggu, maklum menggunakan BPJS pemerintah, karena obatnya untuk 30 hari maka kekurangan bisa di ambil ke apotek inisial KF yg dimana sudah bekerja sama dengan BPJS.
Sebulan pertama ngambil obat lancar , namun karena beberapa faktor seperti faktor cuaca , membuat beliau kumat dan harus dilarikan ke IGD, dalam sebulan kadang kumat 3 kali dan terkadang di rawat inap. yang dimana resep obat tentu saja berubah. saat saya mau mengambil obat ke KF kita ditolak dengan alasan sudah pernah ambil obat, padahal resep sudah berubah. dan aturan KF hanya boleh ambil obat atau tebus obat GRATIS sebulan SEKALI.
Oleh karena itu saya inisiatif beli obat di apotek untuk menutupi kekurang 1 bulan tersebut, itulah kenapa beliau tidak suka obat apotek , hanya suka obat dokter. yang menyebakan gak mau minum obat padahal sudah di vonis obat seumur hidup, akibatnya kumat dan rawat inap.
Sebelum COVID-19 Rawat inap ya diruangan biasa , tanpa adanya hal-hal aneh , setelah covid barulah setiap rawat inap selalu swab dan sebagainya, awalnya negatif beberapa kali dan tetap di isolasi karena sesak, pdahal sebelum covid juga sudah sesak , sesak juga bukan karena asma , melainkan karena kinerja jantung meningkat membuatnya sesak itu dari dokter provinsi. eh rawat inap terakhir tiba-tiba divonis positif padahal saya lihat dengan mata kepala saya sendiri hasilnya REAKTIF (tapi test tersebut tidak diberikan ke kami , maklum BPJS gratis) tiba-tiba di test tanpa sepengetahuan keluarga dan hasil POSITIF tanpa menunjukkan hasil TEST.
Test dilakukan pada hari SENIN , dan pihak PUSKESMAS datang seminggu setelah test yg dimana memberitahukan hasil test keluar semalam (yang artinya test dilakukan seminggu) hello ini test atau libur semester yang lama sekali. Datang kerumah dengan aparat tanpa membawa surat apapun dan berkata POSITIF menyuruh semua keluarga SWAB. kemudian saya berkata selaku yang menemani beliau dari Awal penyakit sampai sekrang. Bahwa sanya saya RAPID/SWAB TEST 3x dan hasilnya NEGATIF.
inilah yang membuat kepercayaan saya terhadap rumah sakit NEGERI mulai berkurang, saya lebih memilih klinik swasta atau rumah sakit swasta untuk test biarpun berbayar daripada nantinya dibilang POSITIF.
Kejadian ini saya ceritakan ke keluarga saya yg bekerja sebagai KLINING SERVICE DI RUMAH SAKIT di negara ARAB SAUDI. yang saya minta untuk menanyakan tentang penyakit beliau ke dokter yang ada disana. Keluarga saya diluar negeri menceritakan penyakit beliau DARAH TINGGI , GULA DARAH, KENCING MANIS , GINJAL , JANTUNG. yang membuat dokter ditempatnya kerja berkata KASIAN. kemudian di ceritakan lagi kasus TUDUHAN COVID / DICOVIDKAN. yang membuat dokter tersebut berkata, "bodoh sekali lah dokter itu bilang covid, COVID TIDAK BISA LAH KE ORANG YANG PENYAKIT DALAM , KARENA COVID MENGINCAR INANG YANG SEHAT BUKAN YG JELEK SEPERTI ITU" jadi bisa saja pernyataan ORANG YANG MENINGGAL TIDAK MENULARI COVID , KARENA INANGNYA SUDAH MATI.
Jika memang benar mungkin inilah kenapa orang yang memiliki riwayat penyakit bawaan / penyakit dalam dilarang vaksin terus bagaimana dengan orang yang meninggal karena COVID/ YANG DI COVIDKAN RUMAH SAKIT.
Saya percaya COVID-19 itu ada , tapi saya tidak percaya mengenai semua yang meninggal di rumah sakit dikarenakan COVID-19. Kembali ke waktu isolasi keluarga saya di rumah sakit, waktu di isolasi selama belasan hari yaitu kurang dari 14 hari. Beliau ditemani salah satu keluarga saya , saya tidak bisa menemasi isolasi karenakan saya harus standby diluar gedung untuk mencarti makanan untuk mereka berdua selama 3x sehari. Mengandalkan makanan dari rumah sakit sangatlah tidak mungkin, karena nasi saja kalau gak KERAS ya LEMBEK ok lembek masih wajar. Selama belasan hari saya mengantar makanan ternyata ada yg sama dengan saya yg dimana keluarganya di COVIDKAN dan dipaksa isolasi. mereka tidak bisa apa-apa ya karenana BPJS / GRATISAN.
Ada hari dimana saya meilaht dari luar gedung dimana salah satu orang diruangan isolasi meninggal , disana dokter atau perawat berteriak " ini keluarganya nelpon siapa yang berni buka kain penutup pengen lihat dari vidio call" Oh tuhan ternayata , yang meninggal isolasi sendiri tanpa ada keluarga yg menemani , yang diamana gerak gak bisa , dokter juga gak berani deketin , perlu kita ketahui bahwa sanya dokter di ruang isolasi nyamperin pasien itu ada waktu tertentu , terus gimana kalau pasien kumat seperti pasien yg memilki riwayat penyakit jantung , kagak ada yg tahu dia kumat dan meninggal.
untunglah keluarga ku mau menemani beliau isolasi tanpa harus takut terkena COVID-19. Kita harus tetap taati prokes agar terhindar dari COVID-19 tapi kita juga harus pintar dan percaya bahwa COVID-19 bisa di sembuhkan dan jangan jadikan KASUS DICOVIDKAN membuat kita takut berobat, kita bisa membeli obat pribadi di apotik dengan bantuan aplikasi atau bantuan mbah google , jika ber UANG lebih baik ke klinik terdekat.
"
Semoga saya, anda dan kita terhindang dari penyakit COVID-19 dan penyakit DICOVIDKAN. Cerita ini tidaklah lengkap seperti seperti apa yang saya alami karena sangatlah banyak , tapi cerita diatas sudah cukup mewakili hati saya bahwa sanya COVID-19 merupakan VIRUS yang harus di hadapi dengan KESABARAN.
Written by: Sabarhadi
@sabar.hadi, Updated at:
2:10:00 PM